Komisi I DPRD Bontang Pertanyakan Nasib 2.361 Honorer Ketika Aturan Kemenpan-RB Diberlakukan

2 menit reading
Selasa, 2 Agu 2022 08:05 0 68 Redaksi

KARAKTER.CO.ID – Komisi I DPRD Kota Bontang mempertanyakan nasib 2.361 tenaga honorer saat aturan Kemenpan-RB Nomor 49 Tahun 2018 diberlakukan.

Ketua Komisi I DPRD Kota Bontang, Muslimin menyebutkan ketika aturan tersebut benar-benar diberlakukan maka otomatis honorer akan habis masa kerjanya.

“Ini yang kami pertanyakan kepada pemerintah dalam hal ini BKPSDM sebagai OPD yang mengatur kepegawaian. Apakah akan ada jalan keluarnya atau seperti apa,” ungkapnya saat dikonfirmasi di Ruang Rapat Sekertariat Dewan, Selasa (2/8/2022).

Selain itu, rapat ini juga untuk menindaklanjuti surat Kemenpan-RB per 22 Juli 2022 lalu yang menyebutkan memberi tenggat waktu dua bulan ke pemerintah kota untuk melakukan pendataan kepegawaian terhadap honorer yang ada.

“Tadi BKPSDM sudah menegaskan bahwa pihaknya telah bersurat ke seluruh OPD untuk segera melakukan pendataan yang kemudian nantinya akan dikirim ke pusat,” ucapnya.

Lebih lanjut, ia berharap dengan adanya pendataan tersebut data seluruh honorer bisa masuk dalam sistem pemerintah pusat.

“Honorer di Bontang ini belum masuk di sistem pusat pasalnya persyaratan untuk terdata di pusat adalah pengganjiannya harus melalui belanja pegawai kalau kita ini kan menggunakan barang dan jasa,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala BKPSDM Sudi Priyatno mengatakan sesuai dengan surat 185 yang menyebutkan bahwa ada dua alternatif jika ada yang tidak terakomodir dalam pengangkatan selesksi PPPK maka bisa melalui alih daya atau outsourcing.

“Kalau dalam surat itu disebutkan seperti artinya contoh kebersihan, keamanan dan sopir namun ini terkait nama jabatan, tapi saat ini yang menjadi pertanyaan apakah memungkinkan diluar tiga contoh tersebut. Jika itu memungkinkan maka peluang teman-teman untuk tetap bekerja dalam wadah alih daya ini melalui pihak ketiga itu lebih besar,” jelasnya. (*)

Print Friendly, PDF & Email

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
.read_related { display: none !important; } .bio_author { display: none !important; } .bio_avatar { display: none !important; } .bio_author { display: none !important; } .beritaxx_related { display: none !important; } .beritaxx_commentform { display: none !important; } .copyright { display: none !important; } .area_footer_menu taxx_clear { display: none !important; } .after_title { display: inline !important; font-size: 14px !important; } .secondary_content { display: none !important; } .beritaxx_commentform { display: none !important; } .copyright { display: none !important; } .footer { display: none !important; } .taxxfooter { display: none !important; } .have_comment { display: none !important; }