KARAKTER.CO.ID – Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto membela Babinsa dan Bhabinkamtibmas dalam melakukan tracing atau pelacakan kontak erat pasien Covid-19 usai disindir Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Hadi mengklaim rasio tracing di Jawa Timur 1:29 atau satu pasien positif Covid-19 sebanyak 29 dites swab PCR. Menurutnya, angka tersebut sudah sesuai standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
“Rasionya 1 banding 29, sudah masuk standar WHO loh itu Ibu Gubernur,” kata Hadi kepada Forkopimda Jatim saat berdialog dengan tim tenaga kesehatan Mojokerto, dikutip dari CNN, Senin (02/08).
Hadi meninjau kinerja tim tenaga kesehatan (Nakes), Babinsa dan Bhabinkamtibmas di Kabupaten Mojokerto. Menurutnya, angka rasio tracing itu adalah buah kerja keras ketiga pihak.
“Oke bagus sudah, hanya dokter yang ngerti. Jago-jago semua. Ini kita apresiasi, bagus sekali kalau bisa rasio 1:15 [lebih] atau 1:29,” katanya.
Hadi pun menguji kemampuan anggota Babinsa dan Bhabinkamtibmas dalam pengoperasian aplikasi Sistem Informasi Pelacakan (SiLacak) dan inaRISK, serta koordinasi 4 pilar, hingga bagaimana memperlakukan pasien Covid-19.
Koordinasi tersebut diuji dengan melakukan komunikasi melalui telepon antara Babinsa maupun Bhabinkamtibmas kepada pasien Covid-19 yang sedang melakukan isolasi mandiri untuk mengetahui perkembangan kesehatan secara berkala.
Hadi juga mengunjungi Puskesmas Gayaman Mojokerto, Puskesmas Sukomoro Nganjuk, Puskesmas Balerejo Madiun. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan pelaksanaan 3T serta penerapan aplikasi Silacak dan aplikasi inaRISK.
Kunjungan itu didampingi oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kabaharkam Polri Komjen Arief Sulistyanto, Pangdam V Brawijaya Mayjend Suharyanto, Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta.
Sebelumnya, Khofifah mengakui tracing atau pelacakan kontak erat pasien positif Covid-19 di wilayahnya masih sangat rendah. Khofifah bahkan menemukan ada satu kabupaten/kota di Jatim yang memiliki rasio tracing nihil.
Setelah dirinya turun langsung ke kota itu, Khofifah menerima keluhan petugas tracing yang kesulitan mengoperasikan aplikasi Silacak. Program ini diluncurkan Kementerian Kesehatan untuk penguatan tracing.
Menurutnya, sejumlah petugas tracer, yang terdiri dari Babinsa TNI AD dan Bhabinkamtibmas Polri ternyata mengalami kendala saat melakukan entry data di aplikasi Silacak.
“Kalau sekarang yang diturunkan Babinsa dan Bhabinkamtibmas ngapunten (mohon maaf) ini bukan bidangnya. Kalau untuk membuka pintu supaya mau di-tracing, iya,” katanya. (*)
Tidak ada komentar