Kabaintelkam Polri Ungkap Dampak Negatif Labelisasi Teroris Kepada KKB Papua

5 menit reading
Minggu, 30 Mei 2021 15:00 0 68 Redaksi

KARAKTER.CO.ID – Pemerintah Indonesia sudah melabeli kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua sebagai teroris.

Ternyata ada dampak negatif dari pelabelan teroris tersebut. Apa saja?

Kabaintelkam Polri Komjen Paulus Waterpauw membeberkan dampak negatif labelisasi terorisme kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua.

Dampak negatif yang pertama, kata Paulus, sentimen negatif terhadap pemerintah pusat dan pendatang semakin menguat.

“Juga menguatnya penolakan RUU Otsus Papua dan agenda nasional penting lainnya di Papua,” ungkap Paulus dalam diskusi daring, Jumat (28/5/2021).

Menurut Paulus, labelisasi teroris juga dapat dikhawatirkan menjadi stigma umum bagi orang asli Papua (OAP).

Termasuk, kekhawatirkan adanya kelompok yang memanfaatkan isu ini sebagai propaganda.

“Stigma teroris dikhawatirkan menjadi stigma umum bagi OAP dan digiring oleh kelompok pegiat HAM, state actor, semakin gencar melakukan propaganda di level internasional yang menyudutkan Pemerintah Indonesia,” tuturnya.

Paulus menuturkan, labelisasi ini juga dikhawatirkan dimanfaatkan  pihak pro M dan lain-lain, seolah tidak pernah ada dan tidak pernah disuarakan,” jelasnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan, korban kebrutalan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua selama tiga tahun terakhir, berjumlah 110 orang.

Mahfud MD mengatakan, korban kebrutalan KKB Papua bukan hanya dari TNI dan Polri, melainkan juga warga sipil, yakni sebanyak 53 orang.

Sedangkan korban dari TNI berjumlah 51 orang, dan dari Polri 16 orang.

Hal tersebut disampaikan Mahfud MD dalam rapat virtual bersama jajaran MPR secara virtual, Senin (3/5/2021).

“Yang meninggal banyak juga. Masyarakat atau warga sipil yang meninggal karena penganiayaan seperti tadi itu 59 orang, TNI 27 orang, Polri 9 orang.”

“Seluruhnya 95 orang. Itu dengan tindakan yang sangt brutal.”

“Sementara kita tetap berpedoman jaga hak asasi manusia seperti yang disampaikan tadi,” ungkap Mahfud MD.

Mahfud MD mengatakan, berdasarkan catatannya, tindakan kekerasan yang dilakukan KKB terhadap warga sipil, TNI, dan Polri, beragam.

Tindakan tersebut di antaranya membunuh, membakar rumah, hingga membakar pesawat.

“Mereka terus melakukan tindak kekerasan.”

“Jumlahnya tidak sedikit dan perbuatannya itu membunuh, membakar rumah, membakar pesawat, menggorok leher orang.”

“Dokter dibakar di pinggir jalan, pegawai KPU dipenggal lehernya di tengah jalan.”

“Lalu bikin video menantang, ‘ke sini TNI Polri saya potong lehermu, saya ajak perang kamu’, itu yang terjadi, dan itu selalu ada videonya. Beritanya juga tersebar,” beber Mahfud MD.

Mahfud MD juga menjelaskan sejak awal menjabat Menkopolhukam pada Oktober 2019, sudah banyak tokoh masyarakat dan tokoh politik yang mendatanginya untuk berbicara terkait persoalan tersebut.

Tepatnya pada Desember 2019, kata dia, banyak tokoh masyarakat dan tokoh politik yang memintanya menyelesaikan persoalan di Papua secara lebih tegas.

“Sehingga pada waktu itu misalnya, pada tanggal 26 Desember ada usul dari komunitas masyarakat agar KKB, atau OPM lah sebutannya, itu dimasukkan di dalam daftar terduga organisasi teroris dan terduga teroris. Itu 26 Desember,” papar Mahfud MD.

Kemudian pada akhir Desember 2019, saat ia bersama Panglima TNI, Mendagri, dan Kapolri berkunjung ke Papua untuk melihat langsung dan berdialog langsung di sana.

“Kita tidak putuskan untuk memasukkan OPM ke dalam daftar terduga teroris.”

“Tapi dari sana saya mengusulkan kepada Presiden agar Inpres nomor 9 tahun 2017 diperbarui.”

“Lahirlah kemudian Inpres 20/2020 yang berisi penyelesaian komprehensif dengan pendekatan kesejahteraan terhadap Papua dan tidak menggunakan kekerasan, tidak menggunakan kekerasan melainkan pendekatan kesejahteraan,” jelas Mahfud MD.

Oleh sebab itu, kata dia, pemerintah menindaklanjutinya dengan merevisi Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, karena waktunya sudah habis.

Setelah itu sejumlah kementerian dan lembaga di pemerintah berembuk untuk menentukan siapa melakukan apa, dan targetnya apa.

“Itu dikoordinasikan di bawah satu tangan di bawah Bapennas, yang kendalinya itu di bawah Wapres. Itu ada Keppresnya juga.”

“Jadi pendekatannya kesejahteraan. Tapi seperti saudara tahu, kekerasan oleh sekelompok kecil orang masih terus berlangsung. Mereka yang kita sebut sebagai KKB,” tutur Mahfud MD.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengumumkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua sebagai organisasi teroris.

Mahfud MD mengatakan keputusan pemerintah tersebut sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Ketua MPR, pimpinan BIN, pimpinan Polri, dan pimpinan TNI.

Keputusan tersebut, kata Mahfud MD, juga sejalan dengan fakta banyaknya tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah daerah, dan DPRD Papua yang datang kepada pemerintah, khususnya Kemenko Polhukam, untuk menangani aksi kekerasan di Papua.

Pemerintah, kata Mahfud MD, menyatakan mereka yang melakukan pembunuhan dan kekerasan secara brutal secara masif sesuai dengan ketentuan UU 5/2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.

Mahfud MD menjelaskan, definisi teroris berdasarkan UU teesebut adalah siapapun orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.

Sedangkan terorisme, kata dia, adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan, atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas.

Yang dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.

Tidak hanya KKB, kata Mahfud MD, pemerintah juga menyatakan mereka yang berafiliasi dengan KKKB termasuk ke dalam tindakan teroris.

“Berdasarkan definisi yang dicantumkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018.”

“Maka apa yang dilakukan oleh KKB dan segala nama organisasinya dan orang-orang yang berafiliasi dengannya adalah tindakan teroris,” tegas Mahfud MD saat konferensi pers, Kamis (29/4/2021).

Untuk itu, kata Mahfud MD, pemerintah sudah meminta Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait, untuk melakukan tindakan terhadap organisasi tersebut.

“Untuk itu maka pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur menurut hukum.”

“Dalam arti jangan sampai menyasar ke masyarakat sipil,” beber Mahfud MD. (*)

Print Friendly, PDF & Email

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
.read_related { display: none !important; } .bio_author { display: none !important; } .bio_avatar { display: none !important; } .bio_author { display: none !important; } .beritaxx_related { display: none !important; } .beritaxx_commentform { display: none !important; } .copyright { display: none !important; } .area_footer_menu taxx_clear { display: none !important; } .after_title { display: inline !important; font-size: 14px !important; } .secondary_content { display: none !important; } .beritaxx_commentform { display: none !important; } .copyright { display: none !important; } .footer { display: none !important; } .taxxfooter { display: none !important; } .have_comment { display: none !important; }