KARAKTER.CO.ID, Samarinda — Polemik kepemilikan bangunan di atas lahan Kampus A SMAN 10 Samarinda, Jalan HAM Rifaddin, masih menjadi batu sandungan dalam rencana relokasi sekolah tersebut untuk tahun ajaran 2025/2026. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyatakan, hingga kini belum ada bukti yang cukup kuat bahwa bangunan di atas tanah itu adalah milik Yayasan Melati.
Gunawan, Pengawas Sekolah SMA Disdikbud Kaltim, menegaskan bahwa pemerintah tetap membuka ruang penyelesaian, termasuk menyiapkan anggaran untuk proses appraisal (penilaian aset). Namun hal itu hanya dapat dilakukan jika Yayasan Melati bisa menunjukkan legalitas kepemilikan bangunan yang mereka klaim.
“Kalau memang bangunan itu milik yayasan, tentu perlu ditunjukkan dokumen resminya. Pemerintah sudah siapkan appraisal, tinggal menunggu bukti dari mereka,” ujarnya, Rabu (25/6/2025).
Penegasan serupa disampaikan oleh Slamet, Kasubbid Penggunaan dan Pemanfaatan BMD di BPKAD Kaltim. Ia menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu dokumen hukum yang sah dari Yayasan Melati yang membuktikan adanya hibah atau status kepemilikan sah atas bangunan tersebut.
“Kita terbuka. Kalau ada dokumen hibah atau bukti legal bahwa bangunan itu milik yayasan, appraisal akan kami lakukan. Bahkan akan ada penggantian dan pembangunan kembali di lokasi yang ditentukan,” kata Slamet.
Namun jika dokumen itu tak kunjung diserahkan, pemerintah akan berpegang pada ketentuan hukum yang berlaku. Slamet menyebut, tanpa bukti sah, bangunan yang berdiri di atas tanah milik Pemprov itu otomatis menjadi bagian dari aset daerah, sejalan dengan putusan Mahkamah Agung yang telah inkrah.
“Kalau tidak bisa dibuktikan, maka bangunannya milik provinsi. Itu dasar hukumnya. Tapi tentu penyelesaiannya nanti akan dibahas bersama. Pemerintah tidak mungkin mematikan fungsi pendidikan,” jelasnya.
Sampai saat ini, Kampus A SMAN 10 masih ditempati oleh sekitar 430 siswa yang berada di bawah pengelolaan Yayasan Melati. Situasi ini menjadi salah satu alasan mengapa SMAN 10 belum dapat kembali ke lokasi tersebut, meskipun secara hukum tanah itu sudah dinyatakan sah sebagai aset Pemprov Kaltim.
Pemerintah menegaskan, proses pemulihan hak SMAN 10 akan tetap mengedepankan pendekatan persuasif dan musyawarah. Namun, semua itu tetap harus berjalan dalam koridor hukum yang jelas.
“Kami menghormati proses dialog. Tapi pijakan kami tetap pada keputusan hukum, yaitu putusan Mahkamah Agung yang final,” tutup Gunawan. (Bey)












