KARAKTER.co.id, BONTANG – Ketua DPRD Kota Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam, menekankan perlunya langkah serius untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah.
Ia menyebut dominasi dana transfer dari pemerintah pusat dalam struktur APBD harus secara perlahan dikurangi melalui optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Lebih dari 70 persen APBD kita masih disokong oleh DBH Migas. Padahal Bontang ini kota industri dan jasa. Kita punya potensi besar untuk mandiri,” ujar Andi Faizal, Senin (14/7/2025), usai menghadiri rapat akhir fraksi terkait RPJMD 2025-2029.
Ia menggarisbawahi, DPRD dan Pemkot Bontang kini tengah berupaya menyusun strategi konkret untuk memperkuat PAD.
Langkah tersebut mencakup pembukaan ruang investasi, penataan regulasi, hingga pemanfaatan sektor wisata dan jasa publik.
Di kawasan Bontang Lestari, misalnya, DPRD telah mendorong penyusunan peraturan daerah dan regulasi pendukung untuk mendorong masuknya investor.
“Iklim investasi harus kita buat kondusif. Perda menjadi jaminan hukum agar para investor merasa aman,” katanya.
Andi juga menyoroti peran legislatif dalam menghadirkan produk hukum yang kreatif dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
“Mendagri memberikan mandat kepada DPRD untuk melahirkan regulasi yang inovatif, dan itu menjadi bagian dari tanggung jawab kami untuk meningkatkan PAD,” tambahnya.
Tak hanya sektor industri, pariwisata juga dinilai memiliki potensi besar untuk menggerakkan ekonomi lokal.
Sejumlah titik wisata seperti Bontang Kuala, Pelataran BK, dan Pulau Beras Basah akan direvitalisasi dan dikembangkan menjadi daya tarik utama.
“Kita ingin menjadikan pariwisata sebagai motor ekonomi baru. Tapi tentu butuh infrastruktur yang baik, layanan prima, dan promosi yang konsisten,” tutur politisi muda Partai Golkar tersebut.
Terkait rencana pengenaan retribusi untuk ruang publik, Andi menyatakan kebijakan itu hanya dapat diterapkan jika kualitas fasilitas sudah memadai.
“Kalau masyarakat puas dengan fasilitas, mereka tidak keberatan dengan retribusi. Yang penting transparan dan ada manfaatnya,” jelasnya.
Saat ini, kontribusi PAD Bontang terhadap APBD masih tergolong kecil, yakni hanya sekitar 14 persen atau sekitar Rp200 miliar dari total anggaran mencapai Rp3 triliun.
Sebagian besar anggaran tetap ditopang oleh DBH Migas, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan SilPA tahun lalu yang mencapai lebih dari Rp400 miliar.
Meski begitu, di tengah kebijakan nasional mengenai pemangkasan dana transfer ke daerah, Bontang hanya mengalami pengurangan minimal.
Berdasarkan data Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), pengurangan hanya terjadi sebesar Rp1,2 miliar dari total DAU sebesar Rp274 miliar.
Namun, Andi menekankan bahwa ketergantungan pada pusat tetap menjadi perhatian utama.
“Tujuan kita bukan sekadar bertahan, tapi tumbuh mandiri. Untuk itu, kita harus berani mengatur potensi kita sendiri,” tegasnya.
Ia mencontohkan rencana pengelolaan fasilitas umum milik daerah seperti videotron OPD dan lapangan mini soccer.
Menurutnya, semua potensi layanan publik yang bernilai ekonomi perlu diatur melalui mekanisme hukum yang jelas.
“Tarif, sistem pembayaran, hingga pengelolaan harus ada payung hukumnya. Itu semua bagian dari upaya mendorong PAD tanpa membebani masyarakat,” pungkasnya.
Sementara itu, data Bank Indonesia Kaltim menunjukkan bahwa Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Kaltim mengalami penurunan pada kuartal I/2025 menjadi 55,56 persen dari sebelumnya 59,04 persen.
Penurunan ini menunjukkan ketergantungan fiskal daerah masih tinggi terhadap dana transfer pusat.
Di tingkat kota dan kabupaten, Bontang tercatat sebagai daerah dengan DOF terendah ketiga di Kaltim, yakni 13,86 persen, di bawah Balikpapan (30,04 persen) dan Samarinda (21,19 persen). (Adv)












