KARAKTER.CO.ID, Samarinda — Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Samarinda melakukan penertiban terhadap pemukiman dan warung liar yang berada di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) tepatnya di eks Bandara Temindung Samarinda, pada Kamis (7/8/2025).
Aksi ini disebut sebagai tindak lanjut atas laporan keresahan warga Kelurahan Bandara, Kecamatan Sungai Pinang, yang telah berulang kali mengeluhkan aktivitas mencurigakan di kawasan tersebut.
Koordinator lapangan Satpol PP Samarinda, Anies Siswanti, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pendekatan secara bertahap dan humanis. Penertiban dilakukan setelah melalui berbagai proses koordinasi dengan pihak kelurahan, kecamatan, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas setempat.
“Kami tidak langsung main bongkar. Sudah beberapa kali kami beri pendekatan persuasif. Ada empat KK atau 12 jiwa yang tinggal di situ, dan semuanya sudah meninggalkan tempat dengan cara baik-baik,” ujar Anies kepada awak media.
Ia menambahkan, setelah lokasi dikosongkan, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi dan Satpol PP Provinsi untuk menentukan langkah lanjutan terkait pemanfaatan lahan tersebut agar tidak kembali disalahgunakan.
“Kalau memang tidak digunakan, kami sarankan agar ditutup agar tidak menimbulkan potensi pelanggaran lagi di kemudian hari,” lanjutnya.
Sementara itu, dari pihak Satpol PP Provinsi Kalimantan Timur, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, Edwin Noviansyah, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi lahan tersebut yang kerap digunakan kembali meski sudah ditertibkan.
“Sudah berulang kali kami tertibkan, tapi selalu dijebol lagi. Kalau hanya dipagar, pasti akan dibuka paksa. Kami minta kepada pihak terkait agar serius menindaklanjuti, karena di lokasi ini sudah sering dilaporkan terjadi transaksi narkoba dan aktivitas yang meresahkan warga,” kata Edwin.
Ia juga menyesalkan lambannya tindakan konkret dari pihak pengelola aset. Sebab, hal itu disampaikannya seperti terkesan membiarkan dan bahkan dapat merudak kehidupan masyarakat.
Namun di sisi lain, penertiban ini memunculkan keluhan dari warga terdampak. Siti Aminah (39 tahun), salah satu pedagang yang warungnya turut dibongkar, mengaku tidak menerima pemberitahuan sebelumnya.
“Saya baru ngantar anak sekolah, begitu datang, warung saya sudah dibongkar. Semua barang dagangan, gerobak, galon, tenda hilang semua. Kalau dikasih tahu, pasti saya pindahkan sendiri, karena itu bukan bangunan permanen, cuma bisa diangkat,” keluh Siti.
Ia juga menyebut bahwa sebelumnya sempat mendapatkan restu secara lisan dari oknum petugas untuk membuka warung di lokasi tersebut.
“Waktu itu katanya, ‘Bikin aja Bu warung di situ, daripada di pinggir jalan’. Tapi sekarang dibongkar juga. Jadi bingung kami mau usaha di mana lagi,” tambahnya.
Menurutnya, kerugian yang ia alami ditaksir mencapai lebih dari tiga juta rupiah, dan ia menyayangkan tidak adanya konfirmasi atau surat resmi sebelum pembongkaran dilakukan.
Bukan waktu yang singkat, Siti mengaku telah berdagang di lokasi tersebut selama dua tahun dan merasa bahwa tidak ada komunikasi yang layak dari pemerintah sebelum tindakan penertiban dilakukan.
“Kami ini rakyat kecil, cuma mau cari makan. Kalau memang salah, kasih tahu dengan baik. Bukan langsung dihancurkan begini,” tutupnya dengan nada kecewa. (Bey)












