KARAKTER.CO.ID, Samarinda – Langkah Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Pendidikan untuk mengeksekusi ruang kelas milik Yayasan Melati menuai kontroversi dan kecaman luas.
Aksi pengosongan yang berlangsung tanpa kesepakatan resmi itu tak hanya meninggalkan ruang belajar yang rusak, tetapi juga mengguncang psikologis siswa dan guru.
Aksi ini dipimpin langsung oleh Jasni, pejabat dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim. Langkah tersebut disebut berkaitan dengan pemindahan operasional SMAN 10 Samarinda ke Jalan HAM Rifadin.
Eksekusi dilakukan hanya beberapa hari setelah pencopotan Kepala SMAN 10 sebelumnya, Fatur Rahim, yang digantikan oleh Suyanto.
Pihak Yayasan Melati secara tegas membantah klaim bahwa bangunan yang ditempati merupakan milik Pemerintah Provinsi. Pembina Yayasan, Yusan Triananda, menyebut tindakan pengosongan tersebut sebagai bentuk arogansi yang merusak masa depan pendidikan anak-anak.
“Kalau memang milik pemprov, tunjukkan buktinya. Kami punya dokumen lengkap: IMB dan Berita Acara Serah Terima. Tapi yang mereka lakukan adalah merusak kelas tempat anak-anak kami belajar,” ujar Yusan.
Yusan menegaskan bahwa tindakan tersebut bukan sekadar pengosongan, tetapi merupakan bentuk tekanan politik terhadap sekolah swasta yang selama ini justru membantu pemerintah dalam pemerataan akses pendidikan.
Kemarahan juga datang dari para orang tua siswa. Mereka menyayangkan tindakan sepihak pemerintah, yang dianggap mengabaikan kepentingan anak-anak.
“Kami tidak pernah diberi penjelasan. Tahu-tahu ruang kelas anak kami dirusak. Di mana perlindungan negara terhadap pendidikan?” ujar seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Banyak pihak menilai eksekusi ini sebagai tindakan buruk, sekaligus mempertanyakan komitmen Pemerintah Provinsi Kaltim dalam menjunjung tinggi dunia pendidikan.
Yayasan Melati menyatakan akan menempuh jalur hukum dan mengajak masyarakat luas untuk bersama-sama melawan tindakan yang dianggap sebagai bentuk ketidakadilan. (Bey)












