KARAKTER.co.id, BONTANG – Polemik batas wilayah antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur kembali mengemuka, khususnya terkait keinginan warga Dusun Sidrap untuk masuk dalam wilayah administrasi Kota Bontang.
Ketua DPRD Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam, menyampaikan bahwa aspirasi tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan strategis, historis, dan kepentingan pelayanan masyarakat.
Hal ini disampaikannya menanggapi hasil mediasi yang difasilitasi Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud bersama Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan (BAK) Kemendagri, Dr. Safrizal, pada Kamis (31/7/2025) lalu di Gedung Badan Penghubung Kaltim, Jakarta.
“Kita semua pentingnya mengesampingkan ego sektoral, berpikir jernih, berbesar hati, dan mengutamakan kepentingan masyarakat,” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin 4 Agustus siang.
Menurut politisi muda Partai Golkar tersebut, ada sejumlah alasan kuat yang menjadi dasar pengusulan penggabungan Dusun Sidrap ke Bontang.
Pertama, letak geografis Dusun Sidrap yang berbatasan langsung dengan Kelurahan Guntung, Kecamatan Bontang Utara.
Kedua, mayoritas warga Dusun Sidrap memiliki KTP Bontang dan bekerja di Kota Bontang.
Ketiga, secara administratif dan sosial, warga Sidrap lebih banyak berinteraksi dengan Kota Bontang, termasuk dalam hal akses bantuan dan program CSR dari perusahaan-perusahaan di sekitarnya.
“Secara faktual, masyarakat Sidrap lebih mudah mengakses berbagai layanan dan bantuan jika berada dalam wilayah administrasi Kota Bontang,” jelasnya.
Andi Faizal juga menilai bahwa jika Sidrap bergabung dengan Bontang, hal ini justru meringankan beban APBD Kabupaten Kutai Timur.
Ia menambahkan bahwa luas wilayah yang dimaksudkan pun relatif kecil, hanya sekitar 164–200 hektare dari total luas Desa Martadinata yang mencapai 12.086,83 hektare.
“Kami hanya mengusulkan sebagian kecil dari wilayah Martadinata, yakni Dusun Sidrap. Ini bukan untuk memperluas wilayah, tapi demi optimalisasi pelayanan publik,” tegasnya.
Dari sisi historis, ia mengingatkan kembali bahwa saat pembentukan Kota Bontang pasca-pemekaran Kabupaten Kutai Kartanegara, Dusun Sidrap sebenarnya sudah masuk dalam wilayah administrasi Bontang.
Bahkan, ada kesepakatan yang dituangkan dalam proses legislasi Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999.
“Waktu itu, ada notulensi rapat yang menyebutkan kawasan Sidrap akan dibicarakan lebih lanjut setelah UU ditandatangani. Kesepakatan itu ditandatangani oleh Bupati Kutim saat itu, Pak Mahyudin. Jadi, ini bukan hal baru. Kita hanya menagih komitmen lama,” tuturnya.
Ketua DPD Golkar Bontang itu menegaskan, polemik ini bukan soal menang atau kalah, melainkan bagaimana memastikan masyarakat Dusun Sidrap mendapatkan pelayanan terbaik dari pemerintah.
“Ini soal pelayanan publik. Soal bagaimana masyarakat Sidrap bisa lebih sejahtera dan terlayani dengan baik,” pungkasnya. (Adv)












